EKONOMI
JENIS-JENIS PENYELESAIAN TRANSAKSI AKHIR NON TUNAI
KELOMPOK 1
DISUSUN OLEH :
Ani Muslimah (03)
Dewi sartika (09)
Fifin Nurusofia (10)
Monica Maudi Sundara (20)
Shiddiq Kamila (25)
Sri Lukmanawati (27)
Sudarman (28)
Yulita Herawati (32)
SMA NEGERI 4 PAMEKASAN
Kata Pengantar
Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karna berka trahmat dan karunia-Nya Makalah Ekonomi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan Makalah Ekonomi ini. Kami menyadari di
dalam Makalah Ekonomi ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir
kata kami mengharapkan Makalah Ekonomi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Pamekasan , 10
maret 2016
Kelompok 1
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS)
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia
pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan
aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau
transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan
bersifat segera (urgent).
|
|
Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran
di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional
yang memiliki peranan signifikan (Systemically Important Payment
System).
Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi
meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality) setiap
transaksi pembayaran, yang berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir (minimizing
settlement risk) , BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana antar-bank
yang praktis, cepat, efisien, aman dan handal. Disamping itu BI-RTGS yang
dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang
dapat diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management
fund) baik bagi peserta maupun pihak otoritas moneter dan perbankan. Bagi
otoritas informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi informasi
pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan early
warning systempengawasan bank.
BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan
secara gross settlement, real time, final dan irrevocable.
Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan
tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada
proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk
diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir
transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan
standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal
peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian
akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening
nasabah.
Sistem Antrian (Queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS.
Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat dikirimkan,
peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara lain
karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari peserta lain.
Transaksi pada BI-RTGS hanya dapat diproses penyelesaian akhirnya
apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game).
Transaksi yang telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan segera setelah
peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan
antrian ini mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara
bijaksana, agar seluruh transaksinya dapat terselesaikan dengan baik di
akhir hari.
BI-RTGS juga dilengkapi dengan mekanisme Gridlock
Resolution. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah kemacetan (gridlock)
yaitu kondisi dimana sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajibannya
karena masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock Resolution dijalankan
secara otomatis pada BI-RTGS pada setiap waktu tertentu,
Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS,
penyelenggara menghimbau peserta agar mematuhi Throughput
Guidellines.Throughput Guidellines merupakan suatu target
prosentase tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama 1
hari. Kepatuhan peserta terhadap Throughput Guidellines akan mengurangi
kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari.
Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan
Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan
pendanaan likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat
digunakan dalam hari satu hari. FLI/FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta
untuk mengatasi kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau
mengalami intraday gap. Intraday gap mungkin
saja terjadi karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang bersifat gross
settlement menyebabkan penyelesaian per transaksi dilakukan secara
terus-menerus sepanjang hari, sehingga diperlukan likuiditas yang tinggi.
Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan jaminan yang
berkualitas, biasanya dalam bentuk SBI atau SWBI dan wajib diselesaikan pada
hari yang sama.
BI-RTGS juga merupakan Settlement Processor.
Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian
akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang
diselenggarakan oleh BI (SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu
kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana
pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan
sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi
moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah
dan transaksi surat berharga.
Dalam rangka memastikan Sistem BI-RTGS diselenggarakan dengan tingkat
keamanan yang tinggi dan ketersediaan sepanjang jam operasional yang
ditetapkan, baik penyelenggara maupun peserta, Sistem BI-RTGS memiliki
prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat,
antara lain prosedur penanganan keadaan darurat (Contingency Plan),
fasilitas back up, dan Business Continuity Plan (BCP).Selain
itu, penyelenggara juga menyediakan fasilitas guest bank kepada
peserta sebagai sarana back up pada lokasi penyelenggara
dalam rangka gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan
peserta dalam menggunakan sarana RTGS terminal untuk proses setelmen melalui
sistem BI-RTGS.
Bank Indonesia sebagai Otoritas
Sesuai UU Bank Indonesia No. 23/1999 jo No.3/2004 jo No.6/2009 pasal 8
dinyatakan bahwa salah satu tugas BI mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya, BI berwenang dalam
melaksanakan dan memberi ijin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
mewajibkan Penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan
kepada BI; dan menetapkan penggunaan alat pembayaran (pasal 15).
Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran termasuk
berperan sebagai pembuat ketentuan(Regulator) dan pengawas (Overseer) BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan landasan hukum yang
kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan menentukan peran dan tanggung jawab
penyelenggara dan peserta Sistem BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (Overseer), BI
memastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip pada 10 Core principles for Systematically Important
Payment System (CP-SIPS) dari Bank for
International Settlement seperti yang diatur dalam peraturan Sistem
BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
prinsip perlindungan konsumen. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pembuatan
ketentuan, pertemuan konsultasi dengan penyelenggara, monitoring dan assessment.
Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah mewajibkan
penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan yang memadai. Untuk
menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, Bank Indonesia dapat meminta
auditor/pemeriksa Teknologi Informasi Independen untuk melakukan kegiatan
security audit. Kegiatan audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun
network/jaringan yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, tujuannya adalah untuk
mendapatkan keyakinan bahwa Sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah
aman dan handal. Selain itu Bank Indonesia juga mewajibkan penyelenggara dan
seluruh peserta untuk melakukan ujicoba terhadapback up dan
rencana penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan persyaratan
sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam kegiatan pengawasan,
disamping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal
terhadap operasional RTGS di sisi peserta.
Bank Indonesia sebagai Penyelenggara (Operator)
Sistem BI-RTGS
Dalam
menjalankan peran sebagai Penyelenggara (Operator) memiliki tanggung jawab
antara lain:
1. menyelenggarakan BI-RTGS dengan
menerapkan prinsip efisien, cepat, aman dan handal.
2. memberikan penjelasan kepada
Peserta mengenai risiko finansial sehubungan keikutsertaannya dalam
Sistem BI-RTGS dan peserta harus mengelola risiko tersebut.
3. memastikan kepatuhan peserta
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, termasuk menerima laporan
internal audit terkait penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta.
Dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, penyelenggara menyediakan
infrastruktur dan pelayanan kepada peserta antara lain meliputi:
1. Infrastruktur dan fasilitas
untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, antara lain perangkat keras,
aplikasi RCC (software), jaringan komunikasi data (leased line),
fasilitas dial up, dan fasilitas pendukung lainnya.
2. help-desk untuk membantu peserta
dalam menghadapi kesulitan operasional.
3. memberi pelatihan kepada
peserta.
4. memiliki prosedur penanganan
kondisi gangguan/darurat (Disaster Recovery Plan-DRP dan Business
Continuity Plan-BCP) dan melakukan uji coba secara berkala dengan
melibatkan peserta.
5. mengadakan pertemuan rutin
dengan kelompok pengguna (user group).
Peserta BI-RTGS
Peserta
BI-RTGS terdiri dari seluruh bank dan lembaga selain bank. Keanggotaan
peserta BI-RTGS dibedakan menjadi Peserta Langsung dan Peserta Tidak
Langsung. Peserta Langsung adalah peserta yang dapat mengirimkan transaksi
RTGS dengan menggunakan identitas sendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung
dapat mengirimkan transaksi RTGS dengan menggunakan identitas peserta
langsung.
Hubungan hukum antara peserta dengan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara
Sistem BI-RTGS tertuang dalam perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS.
Dalam perjanjian tersebut diatur berbagai klausula mengenai hak, kewajiban
dan tanggung jawab antara peserta dan penyelenggara Sistem BI-RTGS.
Disamping ketentuan dan perjanjian antar peserta dan penyelenggara
yang menjadi landasan penyelenggaraan keseharian BI-RTGS, terdapat pula
hal-hal teknis yang diatur dengan menggunakan Bye Laws BI-RTGS.
Ketentuan dalam Bye Laws merupakan kesepakatan teknis antar peserta yang
belum diatur dalam ketentuan BI ataupun dalam perjanjian.
Dalam pengisian instruksi transfer, peserta wajib memenuhi ketentuan
mengenai prinsip pengenalan nasabah (know your customer principles) dan aturan
mengenai tindak pidana pencucian uang (anti money laundering).
Untuk itu, identitas mengenai data nasabah pengirim dan penerima transfer
melalui BI-RTGS harus diisi secara lengkap dan benar.
|
|
Mekanisme BI RTGS
Scripless Securities Settlement System
(BI-SSS)
BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem
Bank Indonesia -Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
|
|
BI-SSSS menggabungkan sistem transaksi Bank
Indonesia dengan sistem penatausahaan Surat Berharga. Kegiatan transaksi Bank
Indonesia, mencakup (i) pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii)
pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia kepada Bank, dan (iii)
pelaksanaan transaksi Surat Berharga Negara (SBN) untuk dan atas nama
Pemerintah. Sementara kegiatan penatausahaan Surat Berharga mencakup kegiatan
(i) setelmen, (ii) registrasi kepemilikan, dan (iii) pembayaran
kupon/pelunasan Surat Berharga. Kegiatan transaksi dan penatausahaan
dilakukan dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung (on-line)
antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar. Selain itu, BI-SSSS
mencakup juga sistem informasi antar peserta dan penyelenggara BI-SSSS,
sistem setelmen surat berharga dan sistem penatausahaan surat berharga.
Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan secara seamless dengan
sistem setelmen dana Peserta melalui Sistem Sistem BI-RTGS yang
memungkinkan Peserta BI-SSSS memanfaatkan fasilitas setelmen secaraDelivery
Versus Payment (DVP) yang dapat dilakukan secara cepat dan seketika
sehingga risiko setelmen Surat Berharga dapat diminimalkan.
Sesuai dengan fungsinya, peserta BI-SSSS terdiri dari; (i) peserta penerbit
yaitu Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, (ii) peserta transaksi yaitu
Bank Indonesia, bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek,
serta Lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia seperti Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), dan (iii) peserta transaksi dan sekaligus sebagai
pemilik rekening surat berharga yaitu Bank Indonesia, bank dan Sub-Registry.
Pengembangan BI-SSSS mengacu pada standar
internasional yaitu Recommendations for securities settlement
systems dari Committee of Payment and Settlement System (CPSS)
dan The International
Organization of Securities Commissions (IOSCO). BI-SSSS selalu melakukan
penyesuaian dan pengembangan terhadap aplikasi-aplikasinya untuk
mengakomodasi kebutuhan perkembangan pasar keuangan domestik.
|
|
Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
Sesuai Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa tugas Bank
Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Untuk mewujudkan sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang emndukung stabilitas sistem
keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem
kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring nasional Bank
Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI.
Penyelenggaraan kliring oleh BI
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005
tentang Sistem Kliring Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 tanggal 12 Maret 2010 (PBI SKNBI).
SKNBI adalah sistem transfer
dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan
oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau
transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100 juta.
Adapun untuk penyelenggara SKNBI
terbagi menjadi :
a. Penyelenggara Kliring Nasional
(PKN)
PKN bertugas mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI secara nasional yang saat ini dilaksanakan oleh
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) c.q Bagian Penyelenggaraan
Setelmen yang bertempat di Gd. D BI, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat.
b. Penyelenggara Kliring Lokal
(PKL)
PKL bertugas mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring lokal. Berdasarkan pihak yang
menjadi penyelenggara, PKL dibedakan menjadi 2, yaitu PKL BI dan PKL Selain BI.
PKL BI adalah PKL yang diselenggarakan oleh BI yaitu Kantor Bank Indonesia dan
Bagian Kliring Jakarta yang berada di Kantor Pusat Bank Indonesia. Sedangkan
PKL Selain BI adalah PKL yang diselenggarakan oleh kantor bank yang telah
mendapat persetujuan dari BI untuk menyelenggarakan SKNBI di wilayah yang
bersangkutan.
Penyelenggaraan SKNBI di wilayah
kliring yang tidak terdapat kantor BI pada prinsipnya didasarkan pada kebutuhan
dan kesepakatan tertulis dari bank-bank setempat.
Persyaratan minimal agar di suatu wilayah dapat diselenggarakan
SKNBI adalah :
a. Jumlah Kantor Bank
Jumlah kantor bank yang mendukung dan akan menjadi peserta penyelenggaraan
SKNBI paling kurang 4(empat) bank yang berbeda.
b. Jumlah Transaksi
Jumlah warkat debet antar bank setempat yang potensial untuk dikliringkan
melalui Kliring debet rata-rata paling kurang 30 (tiga puluh) warkat per hari
dalam periode 6 (enam) bulan terakhir.
Persyaratan
menjadi peserta SKNBI
Untuk menjadi peserta SKNBI,
berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pihak yang dapat menjadi peserta
SKNBI adalah Bank. Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan
SKNBI di suatu wilayah kliring, dengan persyaratan antara lain sebagai berikut
:
1. Telah memperoleh izin usaha atau izin pembukaan kantor dari BI
2. Lokasi kantor bank memungkinkan untuk mengikuti penyelenggaraan SKNBI secara
tertib sesuai jadwal yang ditetapkan PKL.
3. Telah menandatangani perjanjian penggunaan SKNBI antara BI dengan bank
sebagai peserta.
4. Kantor Bank yang akan menjadi peserta menyediakan perangkat kliring, antara
lain meliputi perangkat TPK dan jaringan komunikasi data baik utama maupun backup.
Jenis layanan yang terdapat pada SKNBI meliputi :
A. Kliring Kredit
1. Penyelenggaraan Kliring Kredit dilakukan secara
nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
2. Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer kredit yang berasal dari
peserta di suatu wilayah kliring untuk ditujukan ke peserta lainnya di seluruh
Indonesia.
3. Transfer kredit yang dikliringkan dalam bentuk Data Keuangan Elektronik
(DKE).
B. Kliring Debet
1. Penyelenggaraan Kliring Debet
dilakukan per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
2. Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer debet yang berasal dari
warkat debet berupa cek dan bilyet giro.
3. Transfer debet yang dikliringkan dalam bentuk data keuangan
elektronik disertai dengan penyampaian warkat debet.
4. Kegiatan dalam penyelenggaraan Kliring Debet terdiri atas :
a. Kliring Penyerahan
Memperhitungkan transfer debet yang
disampaikan oleh peserta pengirim kepada peserta penerima melalui PKL.
b. Kliring Pengembalian
Memperhitungkan transfer debet
yang ditolak oleh peserta penerima kepada peserta pengirim berdasarkan alasan
penolakan yang ditetapkan oleh BI.
Jam Operasional SKNBI
A. Kliring Kredit
1. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit
ditetapkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
2. Kegiatan operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit dimulai pada pukul 08.15
WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB.
B. Kliring Debet
1. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Debet
ditetapkan secara lokal per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal
(PKL)
2. Seluruh kegiatan kliring debet, yaitu Kliring Penyerahan dan Pengembalian
diselesaikan pada hari yang sama kecuali untuk wilayah kliring Jakarta dan
Surabaya, kegiatan kliring pengembalian dilakukan pada keesokan harinya atau
H+1.
3. Batas waktu operasional penyelenggaraan kliring debet ditetapkan oleh PKN
yaitu pukul 15.30 WIB.
Biaya
SKNBI
Biaya dalam penyelenggaraan
kegiatan kliring ditetapkan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) terbagi
menjadi :
a. Kliring Kredit
Biaya proses DKE kredit
sebesar Rp1.000 per DKE.
b. Kliring Debet
Biaya kliring debet sebesar
Rp1.000 per DKE untuk kliring penyerahan. Sedangkan proses DKE pada kliring
pengembalian tidak dikenakan biaya.
Biaya proses pemilahan warkat
debet adalah sebesar Rp.500 per lembar warkat. Sedangkan sanksi kewajiban
membayar atas Cek/BG yang ditolak melalui kliring pengembalian dengan alasan
tertentu sebesar Rp100.000 per lembar warkat/DKE.
Manajemen
Risiko
Penyelenggaraan SKNBI juga tak
luput dari kemungkinan risiko terjadinya gagal bayar. Dalam rangka mencegah
terjadinya gagal bayar pada saat setelmen hasil kliring dari peserta SKNBI, BI
mewajibkan setiap peserta untuk menyediakan sejumlah dana dengan jumlah
tertentu pada setiap awal hari sebelum kegiatan kliring kredit dan kliring
debet dimulai atau dikenal dengan istilah minimum prefund.
Penyediaan minimum prefund pada
kliring debet dapat berupa cash maupun collateral (surat
berharga). Sedangkan penyediaan minimum prefund pada kliring
kredit hanya dapat berupa cash.
Kebijakan tersebut diterapkan untuk
memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko atas penyelenggaraan kliring yang
bersifat multilateral netting sesuai standar Core
Principles yang dikeluarkan oleh Bank for International
Settlement (BIS).